Pakar Telematika Roy Suryo mengatakan serangan siber yang menyasar Pusat Data Nasional (PDN) sementara di Surabaya merupakan imbas dari pengerjaan proyek yang terburu buru. Mengingat target pengerjaan sarana penyimpanan data nasional itu diminta rampung pada 17 Agustus 2024, dari sebelumnya Oktober 2024. “Karena saya tetap harus mengejar siapa yang memerintahkan, siapa yang terburu buru nafsu untuk mempercepat PDN itu. Kalau itu sesuai alur, itu bagus, Perpresnya jalan bagus, 4 PDN jalan,” kata Roy dalam diskusi daring bertajuk ‘Pusat Data Bocor, Siapa Teledor?’ pada Sabtu (29/6/2024).
Padahal lanjutnya, jika sesuai jadwal pengerjaan PDN rampung pada Oktober mendatang. Ia pun mempertanyakan apa yang hendak dikejar sehingga memajukan target penyelesaian proyek nasional pada Agustus. “Schedule PDN itu Oktober 2024, itu kan masih cukuplah mau ngejar apa sih dipercepat Agustus,” ucapnya.
Rudal dari Yaman Ditembakkan ke Eilat Israel Bikin Panik Warga, Serangan Balasan Houthi? Serambinews.com Jadwal Kapal Pelni KM Labobar, Besok Dari Surabaya, Cek Jadwal KM Labobar Hingga 6 Agustus Pos kupang.com Roy kemudian mengambil contoh dimana pengerjaan sebuah proyek yang diburu buru akan menjadikan masyarakat sebagai korbannya.
Ia bercermin dari pembangunan jalan tol Trans Jawa yang dikerjakan dengan buru buru untuk mengatasi tragedi Brexit pada tahun 2016 lalu. Pengerjaan yang diburu buru itu ia sebut juga berimbas pada pembengkakan biaya. “Kasus yang sama contohnya ketika ada pembangunan jalan tol Trans Jawa, itu harusnya belum selesai tapi dipaksain waktu itu ada tragedi Brexit,” ungkap Roy.
“Itu kan keluar biaya, harus ada tambahan beton dan sebagainya. Keluar biaya semuanya dan keluar korban nyawa, itu lah contoh juga bahwa nafsu yang terburu buru itu korbannya masyarakat Indonesia,” lanjut dia. Sebagaimana diketahui Pusat Data Nasional (PDN) Sementara di Surabaya diketahui menjadi sasaran serangan peretas dengan menggunakan Brain Cipher Ransomware yang merupakan pengembangan terbaru dari ransomware Lockbit 3.0. Peretas pun menyandera data dalam Pusat Data Nasional sementara yang terletak di Surabaya, dan meminta tebusan 8 juta dolar AS atau setara Rp131 miliar untuk bisa dibebaskan.
BSSN pun mengakui bahwa hanya 2 persen data di PDNS Surabaya yang telah terbackup (rekam cadang) di PDN Batam.