Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengungkapkan kemajuan teknologi kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) tak dapat dihindari. Bahkan kemajuan teknologi AI kini begitu pesat, dan cukup banyak menggantikan peran manusia dalam sejumlah sektor pekerjaan. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Dirjen IKP) Kominfo, Usman Kansong mengatakan, keberadaan serta kemajuan AI kedepannya bisa saja mendisrupsi secara total peradaban manusia.

"AI bisa membunuh peradaban manusia," ungkap Usman Kansong dalam Forum Diskusi Media dengan Tema: AI Dan Keberlanjutan Media yang berlangsung di Jakarta, Senin (29/1/2024). "Contoh misal, kita kan sering mengatakan AI atau robot akan menggantikan manusia, (meskipun) manusia punya emosi, punya agama, punya cinta. Tapi AI akan menggantikan kita," sambungnya. Diketahui, sejumlah sektor industri perlahan telah mengimplementasikan penggunaan AI dalam kegiatan operasional. Salah satunya adalah industri media massa atau pers.

Diketahui, AI kini secara spesifik dapat digunakan dalam membuat karya jurnalistik atau artikel pemberitaan yang dipublikasikan melalui ruang digital. Teknologi AI Mengancam Peradaban Manusia, Begini Upaya Mitigasi Pemerintah Teknologi AI Bisa Ciptakan Manusia Virtual untuk Bantu Aktivitas Pemasaran

Upaya Cerdas Membangun Peradaban Bangsa Perumusan Strategi Mitigasi Risiko Upaya Jaga Keberlangsungan Pengelolaan Keuangan Haji NTT Terancam Kekeringan, Emanuel Kolfidus: Upaya Mitigasi Kekeringan Harus Diimplementasikan

AI vs Buatan Manusia, Bisakah Gantikan Pekerja Seni? Ratusan Peserta Belajar Penggunaan Teknologi AI dalam Webinar Kominfo Inovasi Dash Cam dengan Teknologi AI Ada di IIMS 2024

Bahkan kini AI digunakan dalam menemukan sudut pandang konstruksi berpikir, meneruskan badan berita, hingga analisis data besar untuk mengidentifikasi tren. Selain soal hak cipta, teknologi AI dalam industri media massa juga dapat berdampak terhadap efisiensi Sumber Daya Manusia. Teknologi AI sendiri sudah terbukti mampu menggantikan peran manusia.

Usman kembali mencontohkan, sebuah perusahaan media di Korea Selatan telah menggantikan peran Presenter televisi dengan AI. "Karena wartawannya AI yang virtual itu kan enggak akan minta penuntutan kenaikan gaji, enggak akan memprotes bos nya," ucap Usman. "Di Korea Selatan itu, ada 3 presenter yang dipecat dan diganti dengan virtual presenter. Karena yang satu pernah maki maki saat lagi live, ada yang membully, dan itu diganti oleh AI," sambungnya.

Untuk mencegah dampak negatif keberadaan AI, Usman mengungkapkan perlunya tata kelola agar dapat dilakukan secara aman dan produktif. Diketahui, sejumlah negara juga telah merumuskan kebijakan tata kelola AI. Menurut Usman, dampak pemanfaatan AI masih dapat diakomodasi melalui kebijakan existing seperti Undang Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, hingga Undang Undang Perlindungan Data Pribadi (PDP).

Perangkat hukum yang ada saat ini diharapkan dapat digunakan untuk menindak para pelaku yang terindikasi melakukan pelanggaran hukum. Beberapa negara seperti seperti Uni Eropa, China dan Brazil telah melakukan pengaturan yang beragam. Ada yang berupa Executive Order untuk mengidentifikasi potensi dan risiko AI serta mekanisme pengawasan agar tidak mengurangi hak fundamental warga. Selanjutnya EU AI Act yang menekankan prinsip human centric.

Saat ini, Indonesia telah memiliki Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial dengan fokus pengembangan dan penerapan AI. Kementerian Kominfo juga tengah menyelesaikan Surat Edaran Menteri Kominfo tentang Etika Kecerdasan Artifisial. SE yang berisi panduan umum nilai, etika, dan kontrol kegiatan yang memanfaatkan AI, bisa menjadi batu loncatan dalam menyusun regulasi ke depan.

"Surat edaran tersebut mendorong, organisasi perusahaan yang menggunakan ataupun mengembangkan AI ini berpedoman pada prinsip prinsip tersebut. Yang paling penting prinsipnya adalah akuntabilitas dan Human Center artinya berpusat kepada manusia, karena ada kekhawatiran AI ini akan membunuh peradaban manusia," papar Usman. "Kemudian yang kedua, sebetulnya dalam beberapa tingkat sudah ada regulasi yang mengatur AI, tapi belum komprehensif, hanya parsial misalnya seperti Undang Undang ITE, Undang Undang PDP, itu sudah mengatur AI, tapi parsial," pungkasnya.

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *